SURABAYA – Kasus pencurian coklat hingga pencemaran nama baik yang melibatkan Mariana dan pegawai Alfamart menjadi topik hangat yang terus diperbincangkan akhir-akhir ini. Hingga saat ini, diketahui bahwa pihak Mariana dan pihak pegawai Alfamart memilih untuk menyelesaikan kasus secara kekeluargaan.
Berkaitan dengan hal ini, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga (UNAIR) Brahma Astagiri SH MH memberikan edukasi tentang konsep restorative justice dalam kasus pencurian dan konsep citizen journalist agar tidak tersandung UU ITE dalam kasus pencemaran nama baik.
Kasus Pencurian Bisa Dipidana
Menurut Brahma, kasus pencurian coklat yang melibatkan Mariana dan pegawai Alfamart telah memenuhi delik pidana sehingga telah memenuhi syarat untuk dipidana.
“Ketika dia mengembalikan barangnya setelah ketahuan atau dia membayar barangnya, sebenarnya secara teori itu ndak selesai. Tetap dianggap perbuatan pidana dan harus dipertanggungjawabkan secara pidana, ” terangnya.
Konsep Restorative Justice
Akan tetapi, lebih lanjut Brahma menjelaskan bahwa seiring dengan perkembangan zaman, restorative justice atau pemenuhan rasa keadilan yang melibatkan korban, pelaku, masyarakat setempat serta penyelidik atau penyidik sebagai mediator dapat dilakukan dalam kasus pencurian, tetapi dengan syarat harus memenuhi prosedur materiil dan formilnya.
Brahma Astagiri SH MH
Beberapa syarat dalam prosedur materiil antara lain yaitu tidak menimbulkan keresahan masyarakat, tidak menimbulkan konflik sosial, dan ada pernyataan dari semua pihak yang terlibat untuk tidak keberatan melepaskan hak untuk menuntut hukum.
Sedangkan syarat dalam prosedur formil yaitu harus ada surat permohonan perdamaian, surat pernyataan perdamaian, dan penyelesaian perselisihan dari kedua belah pihak antara pelapor dan terlapor serta diketahui oleh penyelidik dan penyidik.
Pegawai Alfamart Bisa Digugat Perdata atau Lapor Pidana
Selanjutnya, Brahma juga memaparkan tentang kasus pencemaran nama baik yang melibatkan Mariana dan pegawai Alfamart. Menurutnya, dalam hal digital di ruang publik ada dua macam hak yaitu the action of taking a pictures dan the action of using a pictures.
“Perbuatan mengambil gambar di tempat publik, boleh. Akan tetapi, selama tidak mengganggu orang, ” terang Brahma.
Sehingga, jika ada seseorang yang mengambil gambar di ruang publik tetapi perilaku tersebut mengganggu orang lain, maka dapat dikenakan pasal yang berkaitan dengan perilaku mengganggu tersebut, bukan perilaku mengambil gambar.
“Yang kedua, using a pictures. Tidak berarti, everything freely yang kamu take dari public area itu boleh kamu gunakan atau boleh kamu upload. Pertanyaannya, kamu punya hak upload nggak terhadap wajah-wajah orang itu?” jelas Brahma.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
Sehingga, berkaitan dengan hal ini tindakan using a picture oleh pegawai Alfamart tetap tidak diperbolehkan di mata hukum dan jika ada yang merasa dirugikan oleh tindakan tersebut, pegawai Alfamart dapat digugat secara perdata maupun laporan secara pidana.
Konsep Citizen JournalistTerakhir, Brahma menegaskan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa gadget yang kita miliki ini sudah jadi perangkat yang sensitif dengan efek hukum lainnya. Sehingga konsep citizen journalist harus lebih digaungkan agar tidak tersandung UU ITE.
“Bahkan kalau itu terjadi pembunuhan di situ, itu sensitif misalnya kita ngomong ekstrim, kita shooting di situ, kita berhak men-shooting karena apa, itu public area. Akan tetapi, kita tidak punya hak untuk meng-upload-nya. Bahkan kita punya kewajiban untuk melaporkan ke kepolisian, ” terangnya. (*)
Penulis : Tristania Faisa Adam
Editor : Binti Q. Masruroh