SURABAYA – Terdapat perbedaan umur, cara pandang, dan kebiasaan pasangan dalam rumah tangga. Ada dua hal untuk menumbuhkan hubungan yang sehat. Yaitu, komunikasi dan adjustment. Salah satu pihak tidak hanya menuntut, tapi juga bisa menyesuaikan diri dengan pasangan.
Hal itu disampaikan Prilly Latuconsina saat memerankan Inggit di series My Lecture My Husband (MLMH) Seasons 2. Menanggapi hal itu, Dosen Fakultas Psikologi UNAIR Prof Dr Nurul Hartini S Psi Mkes juga menyampaikan bahwa komunikasi terbuka dan adjustment itu menjadi salah satu kunci menjaga keutuhan rumah tangga.
Banyak kebutuhan yang harus dipenuhi oleh pasangan, baik secara fisik, emosi, sosial, bahkan spiritual. “Dalam hal spiritual, istri ingin suami menjadi imam di keluarga. Tetapi kalau suami belum menjadi imam yang baik, bukan menjadi alasan kan kita mengambil imam yang lain. Sama kemudian jika suaminya melihat istrinya bukan makmum yang baik bukan berarti dia langsung mengambil makmum yang lain. Karena itu ya dikomunikasikan, ” jelasnya, Jum'at (22/7/2022).
Prof Nurul menegaskan bahwa setiap pasangan tidak ada yang ketemu pas atau klik banget. Akan tetapi melalui proses kehidupan itu meyakinkan setiap pasangan, bahwa Tuhan menyatukan pasangan untuk menjadi pakaian satu dengan yang lainnya.
“Apalagi untuk keluarga yang episode honeymoon-nya sudah selesai, yang ketemu hanyalah episode-episode berikutnya. Hal-hal kecil kalau itu semua dikomunikasikan bisa jadi selalu ada jalan keluar. Artinya bukan selingkuh yang menjadi jalan keluar, ” ucapnya.
Pakar Konseling dan Psikologi Keluarga Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (FPSi UNAIR), Prof Dr. Nurul Hartini SPsi MKes
Dalam dunia nyata banyak hal yang ditemukan tidak sama dengan hal-hal ideal yang diharapkan. Misal, ketika suami atau istri jatuh cinta dengan yang bukan pasangannya, suami impoten, atau fase-fase krisis lainnya. Selingkuh tidak dapat dibenarkan. Menjaga keutuhan keluarga adalah menjadi komitmen bersama.
Prof Nurul juga berpesan agar tidak mencintai pasangan satu gelas penuh, sisakan bagian yang kosong. Artinya cintai yang sewajarnya, karena kalau penuh atau berlebihan itu cinta buta yang mengakibatkan kognitif tidak jalan, emosinya tidak terasah.
“Sehingga ketika kita mencintai secara wajar, realitas kita akan mendominasi kapasitas berpikir, ’’ pungkasnya.
Penulis: Viradyah Lulut Santosa
Editor: Feri Fenoria